Jikalau ada kontes popularitas antar awan, tentu awan jenis ini akan jadi pemenangnya. Beberapa waktu belakangan, nama cumulonimbus menjadi buah perbincangan masyarakat. Tak perlu menjadi seorang ahli metereologi atau klimatologi untuk bisa merasakan aura mengancam dari nama tersebut. Bayangkan, awan yang terkumpul secara vertikal dan membentuk jamur raksasa dengan tinggi puncak mencapai 20.000 kaki. Isi perut awan ini adalah es dan turbulensi, sedangkan perbedaan muatan di bagian kaki dan mahkotanya mengundang badai petir. Sungguh bukanlah jenis sesuatu yang menyenangkan untuk kita harapkan hadir, walaupun hanya sekedar dalam mimpi. Bersyukur pada Allah, awan jenis ini jarang kita jumpai sehari-hari.

Dalam keluarga awan, sebenarnya cumulonimbus tidak sendirian. Saudara-saudaranya justru sering menemani dan menghibur kita. Contohnya awan cumulus. Awan yang bergumpal-gumpal seakan berkejaran di angkasa ini, berbentuk persis seperti kapas. Awan hangat ceria, mengilhami lagu awan putih yang dihafal oleh berjuta anak Indonesia. ketika remaja, di antara awan-awan ini, saya mereka-reka wajah raksasa, kelinci, atau kapal layar kerajaan. Jenis awan lain yang juga sering kita lihat adalah awan cirrus. Bentuknya tipis, berlarik-larik seperti semburat kuasan ragu seorang seniman diatas kanvas yang maha luas. Awan ini malu-malu. Ingin nampak tapi enggan, ingin hilang namun rindu.

Jika memandang kedua jenis awan ini membuat kita terbangun, lain halnya dengan saudaranya yang lain yaitu awan stratus. Bentuknya bagai kabut, total dia menghalangi sinar matahari yang biasanya tajam menatap bumi. Jika warna kelamnya tidak ikut campur, awan ini sempurna menjadi teman olahraga dan jenis cuaca yang menyenangkan. Terang, namun tidak panas. Tapi jika sebaliknya, kombinasi awan stratus dan air bisa mengundang suasana menjadi murung sendu, musuh utama mereka yang gagal move-on.

Jika kita yang dibawah bisa menikmati awan-awan tersebut dengan suasana batin, seorang pilot melihatnya dari kacamata yang berbeda. Para jawara udara ini mengenali awan sebagai bagian dari rute perjalanan yang harus ditempuh. Mengenalinya merupakan prasyarat mutlak agar dapat menentukan pilihan manuver. Pengalaman dan pengetahuan akhirnya mendidik seorang pilot untuk mengetahui awan seperti apa yang dapat ditembus dan mana yang harus dihindari.

Kita, pemasar yang berkarir di perusahaan, layaknya seorang pilot yang menjelajah angkasa luas. Ruang organisasi adalah ruang angkasa, dan awan-awan masalah menghiasi keseharian kita. Politik kantor, gesekan antar rekan, sistem yang tidak sesuai di hati, pengharkatan dan banyak masalah lain berarak-arak, datang silih berganti. Ada kalanya sebentar, namun di lain waktu nampak seperti tak ada berujung.

Dua hal yang kita pelajari dari gerakan awan-awan tersebut adalah, Pertama, awan itu akan selalu bergerak. Masalah akan berganti, dan kehidupan akan berjalan terus. Jadi janganlah putus asa. Memang demikian sifat awan. Adanya, menandai kehidupan. Kedua, kecerdasan memilih awan mana yang bisa ditembus berakibat besar pada dimana kita akan mendarat. Navigasi memang penting, namun ia tak lebih dari sekedar alat. Intuisi Anda untuk memilih pada saat masalah menghadang-lah yang akhirnya menentukan. Semoga cumulonimbus tidak menghalangi rute penerbangan karir kita. Tetap semangat dan salam pembaharu!

Tulisan ini dimuat di Majalah Youth Marketers Edisi 2, Bulan Januari 2015