Dalam bentuk normalnya, ikan cupang jantan tidak menarik untuk dijual. Sirip belakangnya kuncup, gerakannya minimal. Sifat teritorial membuatnya lebih nyaman berada di satu sisi akuarium tanpa keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar. Selain itu, ukuran ikan cupang yang relatif kecil jika dibandingkan ikan hias primadona lainnya, seperti Arwana, Louhan, Mas Koki, dan lainnya,tentu turut mengurangi nilai jualnya.
Namun cerita akan menjadi lain, ketika seekor ikan jantan memasuki wilayah kekuasaannya. Jiwa kompetisi dalam diri ikan cupang ini terbakar tiba-tiba, dan naluri menyerangpun muncul. Warna-warna menyala dari pigmen di permukaan sisiknya beraneka. Merah, biru, hijau, bahkan beberapa berwarna kuning terang. Sisik yang tadinya layu, berubah menjadi kipas nan anggun, berlenggak-lenggok menampilkan tarian pertempuran. Sayangnya tidak setiap saat adegan ini bisa kita nikmati. Ikan cupang terkenal sebagai petarung yang gigih, hingga hanya kematian yang menghentikan setiap duel. Jika sekedar untuk menikmati keindahan sisiknya harus dengan cara diadu, maka tidak akan cukup stok ikan sekolam untuk memenuhi nafsu keindahan ini.
Kecerdasan manusia mengantarkan pada penemuan cermin untuk tujuan ini. Taruh cermin di depan ikan Cupang, maka dengan sepenuh hati ia akan menyerangnya seakan-akan bertempur dengan lawan sesungguhnya. Ikan cupang tidak dapat membedakan bayangan dirinya dan ikan lain di cermin. Fenomena ini ternyata tidak hanya ditemukan pada ikan Cupang. Anjing, kucing, dan kera ternyata juga memiliki sifat yang sama. Bahkan secara umum, binatang tidak memiliki pengenalan diri di depan cermin.
Berbeda dengan binatang, manusia bisa sadar penuh pada bayangan di depan cermin. Oleh karena itu, tak kira jumlah manusia yang bisa berlama-lama mematut diri di depan cermin. Sebuah riset yang dimuat oleh Dailymail UK mengungkap bahwa rata-rata wanita dapat menghabiskan waktu lebih dari lima hari dalam setahun untuk berkaca. Kemampuan ini esensial karena kebutuhan akan penampilan yang muaranya pada penerimaan sosial menuntut secara halus untuk selalu memperbaiki diri. Cermin adalah salah satu artifak penegas evolusi manusia menjadi homo socio-sapiens.
Jika cermin fisik dibutuhkan untuk mempercantik, memperindah tubuh fisik manusia, maka cermin kepribadian juga sama pentingnya, agar mahir dalam pergaulan. Pengetahuan akan kecenderungan sifat-sifat emosional kita, nilai-nilai penting dalam hidup, apa yang kita ingin capai, itu semua merupakan akar dan batang yang menentukan buah perjalanan hidup ini. Tak mungkin rasanya menemukan makna karir sebagai pemasar, tanpa mengetahui bentuk rupa pribadi kita. Dengan demikian, baiknya perlu waktu yang cukup, kita berikan pada proses bercermin pribadi ini. Ambil test-test kepribadian dan bakat yang sekarang banyak tersedia, bahkan secara onlinepun bisa. Luangkan waktu untuk mendapatkan feedback dari rekan kerja, atasan, keluarga atau pasangan. Jangan lupa dokumentasikan dalam sebuah logbook atau catat pakai smartphone dan simpan di cloud agar senantiasa dapat diakses.
Saya yakin, pribadi yang selalu paham atas kecenderungan pribadinya akan mampu memutuskan lebih baik, merencanakan lebih baik dan tidak terlalu sering menggalau. Pertanyaannya, seberapa sering Anda bercermin untuk mematutkan pribadi? Cobalah melakukan refleksi sesering mungkin. Tetap semangat dan salam pembaharu!
* * *
Ditulis khusus untuk majalah Youth Marketers
menarik sekali untuk diingatkan untuk bercermin, terkadang dengan mudah kita mengukur kemampuan diri berdasarkan pengetahuan pendek yang diperoleh dalam pergaulan. “owh saya pasti bisa dapat promosi daripada si A karena A itu orangnya terlalu tertutup.”
pengetahuan pendek ini yang saya maksud, disebut pendek karena diperoleh hanya melalui obrolan singkat saat coffee break di kantor. pendek waktunya, pendek juga pola pikirnya.
well enough said, now I always do remember to do this reflection !
Terima kasih sudah mampir mbak Listya