Hiruk-pikuk politik menghiasi keseharian masyarakat Indonesia bulan-bulan belakangan ini. Tiba-tiba saja sopir taksi, tukang parkir, karyawan dan pegawai negeri menjadi pengamat politik, saling adu informasi dan argumentasi. Saking panasnya diskusi politik tak berbayar ini, dua orang tukang becak telah mengadu nyawa karena berdebat hebat tentang dua capres yang akan berlaga tanggal 9 Juli nanti. Bukan hanya komentator dadakan yang menjamur di Indonesia, politikus dadakan pun banyak bertebaran. Kita mengamati beberapa artis, karyawan swasta, atau pemimpin organisasi massa berpindah karir di dunia politik.
Dapat dikatakan, erat kaitan antara konsep politik dan pemasaran. Keduanya berbicara mengenai bagaimana memenangkan hati orang dalam jumlah banyak, dan mempengaruhinya untuk melakukan tindakan tertentu. Orang banyak ini dalam bahasa pemasaran kita sebut konsumen, sedangkan dalam bahasa politik disebut konstituen. Tujuan politik adalah keputusan pencoblosan (vote) dalam pemilu langsung, sedangkan dalam pemasaran terjadinya pembelian (purchase). Produk dalam politik adalah wakil rakyat atau pemerintah, dan channel komunikasi yang digunakan mirip-mirip dengan komunikasi pemasaran pada umumnya. Banyaknya kesamaan ini, membuat kita dapat mengadaptasi bauran pemasaran menjadi bauran politik.
Namun tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menggali adaptasi konsep pemasaran seserius itu. Justru saya ingin memparodikan bauran politik yang dalam beberapa bulan ini saya amati dari kiprah para politikus, baik yang amatiran maupun yang veteran. Tujuannya sebagai refleksi dan otokritik atas penggunaan elemen-elemen pemasaran, sehingga membuka peluang untuk perbaikan pada musim kompetisi politik yang akan datang. Jika bauran pemasaran menurut Kotler dan Keller (2005) adalah 4P yaitu Product, Price, Place dan Promotion, maka saya memperkenalkan 4P versi pemasaran para politikus.
Bauran P pertama adalah Photo. Sebagai seorang politikus, photo anda haruslah, meminjam istilah Sahrini, cetar membahana. Yang biasanya tidak rapi, kali ini sisirlah dengan rapi. Yang biasanya jarang tersenyum, khusus untuk sesi photo ini, usahakan ukirlah senyum termanis Anda. Karena photo inilah yang akan menjadi representasi Anda, dan menyebar luas melalui berbagai macam media.
Selanjutnya, bauran P yang kedua adalah Promise atau janji. Setiap politikus berdiri diatas suatu janji tertentu. Tanpa janji politik yang jelas, masyarakat tidak akan bersimpati. Janji di satu sisi penting, namun janji belum menjamin masyarakat akan percaya pada janji tersebut. Janji yang terlalu muluk akan dianggap khayalan dan sesuai pepatah, too good to be true, tidak akan dipercayai. Namun janji yang terlalu mudah dipenuhi juga tidak menarik. Oleh karenanya, Anda perlu melakukan upaya mendengar harapan konstituen sehingga janji Anda pas, dan menarik.
Penampilan bagi seorang politikus adalah utama. Cara berpakaian, gaya bicara, dan cara menanggapi isu-isu yang aktual akan membangun suatu image tertentu di kepala masyarakat. Ini adalah bauran keempat yaitu Persona. Ada politikus yang personanya sederhana merakyat, ada yang mewah penuh gaya. Ada yang classy, namun ada pula yang memilih untuk mengikuti mode terkini. Beberapa sangat memperhatikan penampilan, namun justru ada juga yang slebor, menggunakan pakaian seadanya. Gaya manapun yang Anda pilih, pastikan ia persona Anda yang otentik, asli tidak dibuat-buat.
Yang terakhir, bauran penting bagi politikus adalah sejarah masa lalu yang menunjukkan kompetensi, inilah P terakhir yaitu Proof, bukti prestasi. Tak diragukan lagi, walaupun hanya dilakukan dalam hitungan menit dalam bilik suara, namun memilih wakil rakyat atau pemimpin merupakan tindakan paling beresiko. Salah memilih, maka keadaan tidak menentu akan menimpa iklim bisnis dan ketenangan selama lima tahun mendatang. Oleh karena besarnya resiko, pemilih akan mencari bukti prestasi masa lalu dari para politikus yang dapat memberi informasi mengenai kompetensi dan kapabilitas dari pemimpin tersebut. Oleh karena itu, buatlah ringkasan prestasi kepemimpinan dalam bahasa singkat dan sederhana agar mudah dipahami oleh calon pemilih.
Demikianlah empat bauran penting bagi para politikus photo, promise, persona dan proof. Walaupun ilmu pemasaran terbukti sangat berperan dalam pemenangan seorang di kancah politik nasional, namun baiknya ia hanya dianggap sebagai alat, bukan isi dari politik itu sendiri. Hakekat utama politik yaitu meraih kekuasaan agar dapat mensejahterakan rakyat haruslah diberi penekanan utama, lebih dari cara-cara kulitnya saja. Jika konsepsi kerakyatan, dan komitmen untuk bekerja bagi rakyat memang kuat, masyarakat mudah melihat dan mempercayainya. Selamat mencoba dan salam politik bersih.
Dimuat di Majalah Marketing Edisi Bulan Juli 2014.
Salam Pak Wahyu..
Ces pleng benar ini parodinya Pak. Disatu sisi sebagai parodi, tapi disatu sisi juga bisa jadi “tips” pemasaran yang tepat untuk para politikus. Walaupun tulisan ini dipublish tahun 2014, rasa-rasanya masih relevan untuk Pilkada 2015 sebentar lagi. Tapi mudah-mudahan bauran pemasaran untuk menimbulkan “politik pencitraan” tidak lagi menjadi trend yang hanya nampak sebagai kamuflase semata. Semoga para politikus yang akan bersaing di Pilkada menekankan kualitas, tentunya dengan tetap mengedepankan “pemasaran” yang beretika….
Halo Mas Oji.. wah ada blogger keren mampir di lapak saya he he he.. makasih ya.
Siap Pak Wahyu… sangat dinantikan tulisan-tulisan berikutnya dari Pak Wahyu yang menginspirasi….