Rambutnya telah memutih, sementara kulit tidak sekencang dahulu. Ada yang berbeda dengan Bapak yang satu ini dibandingkan dengan penampilan artis lainnya. Jika beberapa artis muda sibuk menampilkan diri, berfoto dari satu fans ke fans lain dengan dandanan yang ngartis-banget, beliau malah senang berbaur dan bercerita secara mendalam dengan tamu undangan dalam satu meja. Ceritanya mengalir alami menyusuri fragmen demi fragmen hidupnya, sangat elaboratif untuk ukuran pembicaraan jeda kopi. Henky Solaiman namanya. Secara kebetulan saya mendapat kesempatan berbincang dengan beliau dalam acara Premier Film Love and Faith atas undangan Majalah Marketing. Di usianya yang beranjak 73 tahun, karya-karya produktif masih dilahirkan dan dedikasinya terhadap dunia layar perak terbilang di atas rata-rata. Kejarlah daku kau kutangkap, adalah film tahun 80-an yang mengenalkan saya pada sosok ini. Di masa saya kecil, film Kejarlah daku diputar berpuluh-puluh kali di layar televisi yang kala itu masih hitam-putih. Walaupun sering goyang dan bersemut gambarnya, televisi adalah pilihan terbaik saat itu sebagai satu-satunya penyambung nafas kota-kota kecil dan gemerlap ibu kota. Sejak memulai karir di dunia seni pada tahun 1971, pak Henky Solaiman mencurahkan perhatiannya untuk kemajuan dunia seni peran. Dalam ceritanya, beliau menggambarkan betapa penuh perjuangan bergerak dari satu lokasi ke lokasi syuting yang bisa memakan waktu berhari-hari dengan istirahat seadanya. Sungguh harga yang harus dibayar untuk sekedar membuat penonton tersenyum atau berdecak kagum. Terlalu jauh rasanya, jika saya harus menjelaskan evolusi yang terjadi pada perfilman Indonesia. Selain saya bukan ahlinya, saya juga bahkan jarang menonton film Indonesia di bioskop. Namun tidaklah perlu menjadi ahli untuk bisa membedakan mana film yang menjadi legenda dan mana film kelas kacang yang sekedar menjadi penggembira. Bukan tanpa sebab film yang bagus itu menjadi berjiwa. Dia lahir karena adanya dedikasi. Dedikasi diambil dari kata dedicate, persembahan. Ketika suatu profesi menyediakan dirinya untuk kita eksploitasi demi kesejahteraan, maka dedikasi bermakna memberikan balik apa yang kita dimiliki, demi bertunas dan berkembangnya profesi itu. Seorang dokter yang telah berpuluh tahun mendapatkan penghasilan dari pekerjaan kedokterannya, layaknya memberi balik. Mempersembahkan metode baru, menyemai dokter-dokter baru dan mempersiapkan sistem layanan kesehatan untuk memperbaiki hubungan dokter dan pasien. Para pemasar yang telah malang melintang di dunia pemasaran dan mendapatkan pendapatan luar biasa dari pemasaran, baiknya membayar balik. Mengembangkan dunia pemasaran di Indonesia melalui sharing pengetahuan, membangun institusi pendidikan atau memperkenalkan konsep baru yang lahir dari pengalaman praktis yang didapatkannya. Salah satu liputan portal berita yang menulis tentang Hengky Solaiman menyebutkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, beliau membantu tugas akhir mahasiswa IKJ secara pro bono atau tanpa bayaran. Sungguh sepertinya kita perlu mencontoh jejak kaki beliau. Bahwa legenda dicatat dalam sejarah, karena apa yang telah ia persembahkan bagi yang dicintainya. Jika Anda mencintai profesi Anda, persembahkanlah sesuatu bagi berkembangnya profesi itu. Tetap semangat dan salam pembaharu! * * * Artikel ini dimuat di Majalah Youth Marketers Edisi 6, Bulan Maret 2015
No Comment