Diantara Anda pastilah ada yang pernah membangun atau merenovasi rumahnya. Bagaimanakah Anda melakukan proses itu? Ya, tentu saja mulai dari ide, kemudian merancang rumah seperti apa yang hendak dibangun, menuangkannya dalam bentuk gambar. Proses setelah itu adalah hitung-menghitung biaya di sana-sini, kekuatan bangunan dan lain-lain, kemudian barulah pekerjaan fisiknya dimulai. Walaupun agak merepotkan, namun pekerjaan di-atas meja atau urusan rancang-merancang biasanya memakan waktu yang sedikit lebih lama.

Proses rancangan yang sama juga terdapat pada perancangan produk barang seperti mobil, sepatu, komputer, dan lain-lain. Mengapa? Tentu agar produk barang  yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang diharapkan, dan kesulitan-kesulitan yang muncul dapat diantisipasi sebelumnya. Jika untuk suatu produk barang yang dapat dilihat, dapat dirasa dan mudah dibayangkan saja, orang mau berpayah-payah membuat suatu rancangan, bukankah untuk suatu produk yang bersifat jasa rancangan serupa harusnya menjadi lebih penting.

Proses merancang jasa, yang disebut service blueprinting sangatlah penting. Tujuan pembuatan blueprint ini adalah untuk memahami pengalaman pelayanan dari kacamata pelanggan, serta untuk memperjelas kontribusi atau peran masing-masing bagian dalam service delivery. Dengan adanya service blueprint yang terkomunikasi, karyawan dapat memahami konteks keberadaan tugas-tugasnya dalam big picture pelayanan pelanggan. Selain itu, service blueprint juga dapat digunakan sebagai titik tolak pengembangan pelayanan masa depan.

Valerie dan Zeithaml, seorang pakar pemasaran jasa menyatakan bahwa Service blueprint sebaiknya dilengkapi dengan 3 komponen utama yaitu ; bukti fisik (physical evidence) , proses internal, dan titik kontak pelayanan (points of contact). Lebih jelas pada gambar.

Disebabkan pelanggan tidak dapat dengan mudah mengevaluasi produk jasa sebelum merasakan, maka sebuah bukti fisik harus disertakan. Sebagai contoh, seorang pasien tidak dapat mengevaluasi pelayanan suatu rumah sakit sebelum ia merasakannya. Oleh karena itu, ia mengamati kebersihan koridor, kecanggihan alat, desain gedung dan lain-lain yang mudah dilihat. Merancang jasa, pada dasarnya juga merancang bukti fisik.

Proses yang dilalui pelanggan perlu juga dipetakan. Titik kontak antara pelanggan dan karyawan merupakan titik paling rawan, karena pada saat itulah pelanggan mengevaluasi jasa kita. Titik itulah yang disebut on stage contact atau critical incident. Namun demikian itu tidak berarti dukungan lini belakang dikecilkan perannya. Justru dari support lini belakang inilah yang menjamin pelayanan lini depan dapat menjadi prima.

Ada setidaknya 6 langkah untuk membangun service blueprint di perusahaan Anda. Langkah tersebut adalah :

  1. Identifikasi jasa apa yang akan dirancang.
  2. Identifikasi siapa pelanggan dan bagaimana mereka tersegmen.
  3. Petakan proses pelayanan dari kacamata pelanggan
  4. Petakan proses apa yang dilakukan oleh lini depan dan lini belakang kita
  5. Tambahkan bukti fisik pada setiap titik kontak.

Jika Anda telah selesai membangun dokumen cetak biru pelayanan Anda, maka telah siaplah Anda untuk mulai mengimplementasikan cetak biru tersebut. Langkah utama dalam implementasi cetak biru pelayanan adalah dengan mengkomunikasikan kepada seluruh karyawan mengenai proses apa yang sebenarnya terjadi di perusahaan. Selanjutnya tak kalah pentingnya untuk menekankan peran penting setiap orang dalam pelayanan akhir. Bagaimana kualitas pekerjaan satu orang dapat berimbas pada pelayanan seluruh perusahaan.

Pada akhirnya, cetak biru berfungsi sebagai trigger untuk melakukan inovasi. Dengan rangkaian proses yang terpapar dengan jelas, kita dapat mengeliminasi proses yang tidak  dibutuhkan. Memodifikasi dengan cara baru untuk proses yang telah standar, dan menambah proses  agar menjadi titik differensiasi dengan pesaing. Jelas bukan, merancang proses pelayanan Anda, berarti merancang keunggulan perusahaan di masa depan.

Wahyu T. Setyobudi, Kepala Divisi Riset – PPM Manajemen

Tulisan ini pernah dimuat dalam majalah Pelangi

Bincang-bincang melalui twitter @why_setyobudi