Beberapa waktu yang lalu, ketika saya berbicara di sebuah hotel di Makassar, terjadi masalah dengan sound system. Masalah ini klise, karena sesuai pengalaman saya, hampir selalu terjadi jika menggunakan sound system standar hotel. Entah karena setelan mixernya kurang pas, colokan input dari komputer yang tidak sesuai, atau suara mendem, dan mike yang sudah kurang layak. Kebetulan masalah terakhir ini yang terjadi pada saya. Tujuh dari delapan mike yang ada dibebat dengan lakban, nampaknya karena baterai kurang kencang.
Hal seperti ini normal terjadi. Dalam satu ruangan saja, saya bisa melihat peran lakban yang sangat dominan. Selain mike, kabel juga dilakban agar menempel dengan karpet lantai sehingga tidak terinjak, ujung-ujung taplak meja dilakban supaya terlihat rapi dari luar, walaupun bentuknya menggumpal di bawah meja.
Lakban dalam konteks ini merupakan simbol dari kepraktisan yang tidak ajeg. Solusi lakban seringkali digunakan untuk memperbaiki sesuatu tanpa memikirkan bahwa masalah serupa akan terjadi lagi di masa depan. Solusi sementara, tidak mengakar pada permasalahan, memilih yang mudah dalam jangka pendek, bukan yang awet mudahnya dalam jangka panjang. Mentalisme lakban ini jika kita temui secara ekstrim dalam tim pemasaran kita tentulah sangat berbahaya. Kebiasaan melakban menganggap bahwa yang penting masalah hari ini selesai. Bagaimana jika masalah yang sama muncul esok hari? ya dilakban lagi.
Kebiasaan ini manifest dalam keseharian kita, walaupun tentunya dalam konteks yang berbeda dan dengan bentuk yang lebih canggih. Dalam tim pelayanan misalnya, seorang customer service dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasi komplain seorang pelanggan yang kecewa sehingga berhasil melakukan win back. Hal ini tentu sudah istimewa karena tidak mudah untuk memenangkan hati pelanggan yang sudah terlanjur kecewa. Namun hal ini akan jadi lakban, jika hanya diserahkan kepada usaha individu tanpa standar yang baik. Semestinya pengalaman komplain tersebut menjadi pembelajaran untuk menghilangkan akar permasalahan melalui perbaikan proses layanan sehingga komplain yang sama tidak terjadi di kemudian hari.
Training motivasi juga sering menjadi lakban. Banyak pemimpin tim pemasaran yang mengambil solusi yang langsung-langsung saja. Jika ada indikasi kurangnya motivasi dalam tim, mudah saja, tinggal panggil motivator dan cespleng dua jam motivasi terangkat. Apakah benar motivasi dapat terus bertahan dalam waktu satu atau tiga bulan ke depan..? Padahal jika mau melihat lebih dalam, tentu masalah motivasi punya akar yang tidak sedikit. Sama seperti pusing sebagai gejala berbagai penyakit, rendahnya motivasi bisa disebabkan oleh ketidakjelasan tugas, kemampuan atasan, siklus order to delivery yang terlalu kompleks, atau beban kerja yang terlalu tinggi. Banyak masalah yang mesti dikaji agar dapat memberikan solusi yang lebih mengena dan berdampak lebih lama.
Bagaimana membongkar mentalitas lakban dalam tim kita?. Pertama para pemimpin tim perlu menunjukkan teladan atas bagaimana menemukan solusi masalah. Langkah cepat memang perlu, namun harus dianggap sebagai temporary action dalam suasana darurat. Simpan log book sehingga pada pertemuan berikutnya bisa direview kembali. Kedua menanamkan pola pikir jangka panjang kepada anggota tim. Ajak mereka untuk mengenali masalah-masalah potensial yang mungkin muncul dan menentukan tindakan antisipasi yang sesuai. Dengan perulangan secara periodik, berangsur-angsur pola pikir jangka panjang ini akan menjadi kebiasaan. Terakhir para pemimpin tim perlu membuka lebar-lebar pintu bagi anggota tim untuk mengeluarkan gagasannya dan memberi apresiasi akan ide-ide baru. Apresiasi tidak perlu selalu dengan reward materiil. Sekedar pujian atau kesempatan mencoba ide itu juga dapat memberikan kepuasan yang luar biasa pada para pencetus ide. Ruang untuk berkreasi ujungnya akan menghilangkan sikap masa bodoh dan lebih peduli dengan perbaikan proses kerja dalam tim. Demikianlah, tetap semangat dan salam pembaharu.
Wahyu T Setyobudi
Artikel ini dimuat di Majalah Youth Marketers Edisi 25, Bulan November 2014. FreeDownload via Scoop
No Comment