Apa yang Anda rasakan pada saat bercerita kepada teman, kerabat atau famili Anda mengenai suatu kejadian sukses di kantor? Tentu perasaan yang menyenangkan dan penuh gairah bukan? Sebaliknya apa yang kita rasakan jika bercerita mengenai kondisi bisnis yang semakin ketat, harga barang yang naik, kesulitan supplier, sistem kenaikan karir yang amburadul dan insentif yang tidak sesuai prestasi? Pasti sangat menyedihkan. Herannya banyak diantara kita yang lebih memilih untuk bercerita tentang masalah di pojokan pantry daripada melakukan eksplorasi untuk menggali sisi positif dari organisasi kita.
Inilah bedanya pendekatan masalah (problem approach) dengan pendekatan Appreciative Inquiry (AI). Pendekatan masalah akan membawa kita pada sikap mental yang lebih cenderung melemahkan. Walaupun Kotter (1999) berargumentasi bahwa perubahan hanya terjadi jika ada sense of urgency dari masalah yang timbul, namun Robbins (2001) mengatakan bahwa perubahan perilaku jauh lebih cepat bila dilakukan melalui positive reinforcement.
Bp. Sadiman, salah seorang mantan direktur PPM manajemen yang saya kenal dari beberapa ceramahnya saya lihat berbinar-binar, jika berbicara mengenai nilai-nilai luhur PPM yang anti suap dalam bisnis. Pembicaraan ini menimbulkan enerji seperti yang terlihat di mata Bp. BJ Habibie ketika bicara tentang teknologi sekitar 15 tahun yang lalu. Setiap orang memiliki topik tertentu yang menggairahkan untuk dibicarakan. Budhe saya senang jika bicara tentang tumbuh-tumbuhan, bagaimana mereka bisa bicara dengan bahasa yang hanya dimengerti oleh budhe saya, rekan saya berapi-api jika tiba masanya bicara tentang almamater. Salah seorang mahasiswa saya sangat bergairah jika diminta bercerita tentang Marcella Zalianty.
Mengapa demikian? Karena membicarakan kesuksesan, pengalaman yang menyenangkan, selamanya akan membawa pada level enerji tertentu. Hal-hal masa lalu yang mengandung kesuksesan inilah yang disebut sebagai Positive Core. Beberapa positive core yang umum bagi organisasi antara lain : achievements, strategic opportunities, product strengths, Breakthrough Innovations, vital traditions, customer loyalty dan masih banyak lagi.
Dengan demikian adalah menjadi tugas organisasi untuk menemukan positive core sebagai langkah awal dalam mengimplementasikan appreciative inquiry.
Wahyu T. Setyobudi
Kepala Divisi Riset PPM Manajemen
Bincang-bincang melalui twitter @why_setyobudi
* * *
Pustaka :
David L. Cooperrider and Diana Whitney, Appreciative Inquiry, a Positive Revolution In Change, Berrett-Koehler Publisher, Inc, Sans Francisco,2005
Robins, Stephen, Organizational Behavior, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey, 2001
mas wahyu… jika berkenan mohon uraikan 4 type AI yakni: Discovery, Dream, Design dan Destiny. saya tugu ya, krana sata sangat butuh.
Selamat sore, mohon maaf baru bisa membalas comment ini.
siklus 4D dalam AI adalah tahapan yang dilakukan untuk mendorong adanya keinginan dan semangat perubahan dalam organisasi. Pertama-tama peserta AI summit (pertemuan dengan format AI) diminta untuk melakukan discovery, atau penggalian pada hal-hal yang kuat dalam organisasi. Semangat yang dibangkitkan dalam Tahap discovery ini dibawa sebagai modal untuk merumuskan keinginan di masa depan, dream. Dalam tahap ini peserta diminta untuk memimpikan apa yang mungkin di masa datang. biasanya dilakukan dengan teknik relaksasi terpandu. Setelah itu hasil dream dikumpulkan dan kemudian dirancang suatu tindakan untuk mencapainya. tahap ini yang disebut sebagai design. bagian terakhir dari AI lah yang sangat penting, yaitu membangun komitmen pribadi, yaitu tahap destiny.
Demikian karena keterbatasan media ini mungkin tidak banyak yang bisa saya sampaikan. Kapan-kapan kita lanjutkan lagi. Salam kenal dari saya dan semoga sukses selalu.